Pada siang sampai dengan sore hari di tanggal 29 April 2021 yang lalu APKOM Jogja bersama dengan Tim dari Polda DIY mengadakan acara diskusi bersama dengan topik mengenai peredaran Barang BM dan kaitannya dengan iklim usaha IT di Yogyakarta.
Datang sebagai narasumber berbagai elemen yaitu perwakilan dari Kanwil Pajak DIY, Disperindag Provinsi DIY, Kantor Bea Cukai DIY serta dari Polda DIY. Bertempat di Kopi nJongke diskusi berdurasi sekitar 4 jam ini diakhiri dengan acara buka bersama karena masih dalam suasana bulan ramadan.
Kabar bahwa lebih dari 50% pengusaha komputer yang tergabung dalam APKOM Jogja sudah gulung tikar alias menutup usahanya tergolong sebuah berita yang mencengangkan, pasalnya 80 dari total 169 toko komputer di Jogja terpaksa menyerah karena iklim berusaha sudah tidak memungkinkan mereka untuk tetap beroperasi. Sungguh sangat ironis hal tersebut terjadi ketika permintaan berbagai produk Teknologi Informasi (TI) sedang cukup tinggi.
Seperti yang telah kita alami, pandemi Covid-19 telah luas sekali mengubah kebiasaan kita di berbagai bidang sebutlah saja paling banyak dalam hal pembelajaran online (daring) dan kegiatan bekerja dari rumah (wfh) yang secara otomatis meningkatkan permintaan berbagai produk TI seperti perangkat personal computer (PC), laptop, tablet, gadget, dan aneka aksesoris komputer.
Namun ternyata permintaan pasar domestik yang begitu besar ini tidak dibarengi dengan produktivitas produsen agar dapat memenuhi permintaan pasar, akibatnya stok barang menjadi terbatas. Dalam keadaan seperti ini banyak oknum yang memanfaatkan situasi tersebut untuk mengedarkan barang-barang ‘Black Market (BM)’. Minat pasar yang besar serta stok barang terbatas ditambah dengan tidak adanya sanksi pidana yang tegas membuat produk-produk BM semakin merajalela.
Hal di atas diungkapkan oleh A. Willy Sudjono selaku Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam acara diskusi bersama tersebut.
Dialog ini bertujuan menemukan solusi guna menciptakan iklim usaha yang sehat dan baik di kota Jogja pada bidang TI. Kegiatan yang diselenggarakan bersama-sama dengan Polda DIY ini, sangat mendesak untuk dilaksanakan dalam rangka menyikapi maraknya peredaran produk BM untuk mengkaji dampak ekonomi yang ditimbulkan, serta melihat implikasi hukumnya di dunia perdagangan TI, khususnya di kota dengan julukan kota pelajar ini.
Selanjutnya Willy Sudjono mengatakan, dengan maraknya produk-produk BM tersebut selain merugikan konsumen, secara langsung juga menjadikan persaingan menjadi tidak sehat karena ada ketimpangan dalam hal pembayaran pajak.

Kemudian Sutarno selaku Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak Kanwil DJP DIY mengatakan, adanya ketimpangan antara permintaan dan suplai sehingga menciptakan celah yang dimanfaatkan oleh beberapa oknum untuk mengedarkan barang-barang BM. Selain menimbulkan kerugian pada pihak konsumen juga merugikan negara akibat tidak adanya pemasukan pajak dari industri. Oleh karena itu, dipandang perlu untuk mengendalikan dengan menegakkan peraturan yang tegas supaya meminimalisasi bahkan menghilangkan peredaran produk BM.
Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perdagangan DIY, Yanto Aprianto menyebutkan bahwa, konsumen sebagai pembeli jika membeli produk-produk BM tidak akan mendapatkan dukungan layanan purna jual dan garansi resmi ketika terjadi kerusakan.
Sedangkan di lain pihak Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memuat, para pelaku usaha harus memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan mencoba barang dan jasa tertentu, dan memberi jaminan dan garansi atas barang yang dibuat dan yang diperdagangkan.
Tetapi produk-produk BM yang beredar tidak seperti itu. Terkadang juga ada beberapa produk BM yang komponen di dalamnya sudah diganti dengan komponen tidak asli sehingga menyebabkan produk tersebut lebih mudah dan cepat rusak, jelasnya lebih lanjut.
Kasubdit I Ditreskrimsus Polda DIY, AKBP Riyanto menyampaikan, sebenarnya di Indonesia sudah ada ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang sanksi hukum dari peredaran produk-produk BM. Seperti sanksi pidana maupun sanksi denda baik untuk pelaku peredaran maupun pembeli produk.
Terjadinya penyelundupan produk-produk BM itu dipicu oleh permintaan pembeli yang begitu besar terhadap produk BM sehingga bisa dikatakan hal tersebut sama saja dengan mendukung adanya perdagangan BM.
Willy Sudjono kemudian menambahkan, DPD APKOMINDO DIY melakukan inisiatif sosialisasi adanya peredaran barang BM yang ilegal beserta implikasinya ini dengan tujuan agar para anggotanya lebih selektif dan berhati-hati dalam memilih supplier, membeli dan memperdagangkan produk-produk TI.
Menurutnya, sangat penting untuk terus menerus membuat kampanye pembelian produk asli, bergaransi resmi dengan dukungan purna jual yang baik agar kita sebagai konsumen selalu dilindungi dan dijamin hak-haknya.
“Kami juga telah melakukan inventarisasi, klasifikasi dan identifikasi masalah atas peredaran produk-produk BM yang dapat merugikan konsumen, anggota APKOMINDO DIY, dan negara,” jelasnya.
Sebagai tindak lanjut dan solusi, mendengarkan informasi serta aspirasi atau masukan dua arah mengenai peredaran produk BM secara langsung dari berbagai narasumber dan stakeholders yang hadir, diharapkan akan membangun kesadaran bagi seluruh pelaku usaha khususnya di bidang TI agar dapat memilih dan memilah produk kemudian berdagang secara selektif, tidak merugikan konsumen, diri sendiri, dan negara.
Melalui koordinasi, komunikasi, dan informasi dua arah antara anggota APKOMINDO DIY dengan lembaga-lembaga terkait, harapannya dapat dicapai kesepahaman tentang produk BM apabila menemukan atau mengetahui peredarannya di pasaran.
“Sehingga bisa mendorong terjadinya iklim perdagangan yang kondusif, fair trade, yang mengedepankan kualitas barang, originalitas, dan paling paripurna yaitu kepuasan kita sebagai pelanggan atau konsumen,” pungkas Willy.
Sebagai penutup, jika Anda ingin melihat video rekaman acara di atas silahkan klik tombol PLAY video di bawah ini: